Kebudayaan



Bahasa (Cakap) Karo adalah bahasa yang digunakan oleh suku Karo sehari-hari. Sama halnya dengan asal suku Karo, bahasa Karo itupun sulit untuk menjelaskan asal muasalnya. Bahasa Karo banyak didominasi oleh huruf-huruf vokal. OLeh karena itu mudah diucapkan, jelas didengar dan mudah diingat. Ucapan bahasa Karo memiliki dialek dan intonasi yang unik dalam pengucapannya. Bila bahasa Karo diucapkan dengan dialek khasnya maka akan mengundang ketertarikan orang untuk mendengar dan tidak membuat orang bosan mendengarnya.
Sama seperti bahasa-bahasa yang ada, bahasa karo juga memiliki unsur keindahan bahasa/seni sastra seperti pantun, kiasan, perumpamaan, dan lain sebagainya. Unsur ini didalam budaya Karo kita kenal dengan “Cakap Lumat”.
Dilihat dari sisi
pemakai dan penggunaannya yang terkait dalam pemilihan kata-kata termasuk itonasi dan dialeg, maka bahasa Karo dapat dibedakan menjadi 3 versi :
  1. Bahasa dalam kegiatan adat
  2. Bahasa sehari-hari
  3. bahasa dalam kegiatan kepercayaan

Merga Silima, yaitu ;
  • Ginting
  • Karo-Karo
  • Peranginangin
  • Sembiring
  • Tarigan
Sementara Sub Merga, dipakai di belakang Merga, sehingga tidak terjadi kerancuan mengenai pemakaian Merga dan Sub Merga tersebut.
Adapun Merga dan Sub Merga serta sejarah, legenda, dan ceritanya adalah sebagai berikut :

  1. Merga GintingMerga Ginting terdiri atas beberapa Sub Merga seperti :
    • Ginting PaseGinting Pase menurut legenda sama dengan Ginting Munthe. Merga Pase juga ada di Pak-Pak, Toba dan Simalungun. Ginting Pase dulunya mempunyai kerajaan di Pase dekat Sari Nembah sekarang. Cerita Lisan Karo mengatakan bahwa anak perempuan (puteri) Raja Pase dijual oleh bengkila (pamannya) ke Aceh dan itulah cerita cikal bakal kerajaan Samudera Pasai di Aceh. Untuk lebih jelasnya dapat di telaah cerita tentang Beru Ginting Pase.
    • Ginting MuntheMenurut cerita lisan Karo, Merga Ginting Munthe berasal dari Tongging, kemudian ke Becih dan Kuta Sanggar serta kemudian ke Aji Nembah dan terakhir ke Munthe. Sebagian dari merga Ginting Munthe telah pergi ke Toba (Nuemann 1972 : 10), kemudian sebagian dari merga Munthe dari Toba ini kembali lagi ke Karo. Ginting Muthe di Kuala pecah menjadi Ginting Tampune.
    • Ginting ManikGinting Manik menurut cerita masih saudara dengan Ginting Munthe. Merga ini berasal dari Tongging terus ke Aji Nembah, ke Munthe dan Kuta Bangun. Merga Manik juga terdapat di Pak-pak dan Toba.
    • Ginting Sinusinga
    • Ginting SeragihMenurut J.H. Neumann (Nuemann 1972 : 10), Ginting Seragih termasuk salah satu merga Ginting yang tua dan menyebar ke Simalungun menjadi Saragih, di Toba menjadi Seragi.
    • Ginting Sini SukaMenurut cerita lisan Karo berasal dari Kalasan (Pak-Pak), kemudian berpindah ke Samosir, terus ke Tinjo dan kemudian ke Guru Benua, disana dikisahkan lahir Siwah Sada Ginting , yakni :
      • Ginting Babo
      • Ginting Sugihen
      • Ginting Guru Patih
      • Ginting Suka (ini juga ada di Gayo/Alas)
      • Ginting Beras
      • Ginting Bukit (juga ada di Gayo/Alas)
      • Ginting Garamat (di Toba menjadi Simarmata)
      • Ginting Ajar Tambun
      • Ginting Jadi Bata
Kesembilan orang merga Ginting ini mempunyai seorang saudara perempuan bernama Bembem br Ginting, yang menurut legenda tenggelam ke dalam tanah ketika sedang menari di Tiga Bembem atau sekarang Tiga Sukarame, kecamatan Munte.
    • Ginting JawakMenurut cerita Ginting Jawak berasal dari Simalungun. Merga ini hanya sedikit saja di daerah Karo.
    • Ginting TumanggerMarga ini juga ada di Pak Pak, yakni Tumanggor.
    • Ginting CapahCapah berarti tempat makan besar terbuat dari kayu, atau piring tradisional Karo. (Petra : Which is saya juga belum tahu yang mana, atau tahu tapi gak tau sebutannya :P)
  1. Merga Karo-KaroMerga Karo-Karo terbagi atas beberapa Sub Merga, yaitu :
    • Karo-Karo PurbaMerga Karo-Karo Purba menurut cerita berasal dari Simalungun. Dia disebutkan beristri dua orang, seorang puteri umang dan seorang ular.
      Dari isteri umang lahirlah merga-merga :
      • PurbaMerga ini mendiami kampung Kabanjahe, Berastagi dan Kandibata.
      • KetarenDahulu merga Karo-Karo Purba memakai nama merga Karo-Karo Ketaren. Ini terbukti karena Penghulu rumah Galoh di Kabanjahe, dahulu juga memakai merga Ketaren. Menurut budayawan Karo, M.Purba, dahulu yang memakai merga Purba adalah Pa Mbelgah. Nenek moyang merga Ketaren bernama Togan Raya dan Batu Maler (referensi K.E. Ketaren).
      • SinukabanMerga Sinukaban ini sekarang mendiami kampung Kaban..
Sementara dari isteri ular lahirlah anak-anak yakni merga-merga :
      • Karo-Karo SekaliKaro-Karo sekali mendirikan kampung Seberaya dan Lau Gendek, serta Taneh Jawa.
      • Sinuraya/SinuhajiMerga ini mendirikan kampung Seberaya dan Aji Siempat, yakni Aji Jahe, Aji Mbelang dan Ujung Aji.
      • Jong/KemitMerga ini mendirikan kampung Mulawari.
      • Samura
      • Karo-Karo Bukit
Kelima Sub Merga ini menurut cerita tidak boleh membunuh ular. Ular dimaksud dalam legenda Karo tersebut, mungkin sekali menggambarkan keadaan lumpuh dari seseorang sehingga tidak bisa berdiri normal.
    • Karo-Karo SinulinggaMerga ini berasal dari Lingga Raja di Pak-Pak, disana mereka telah menemui Merga Ginting Munthe. Sebagian dari Merga Karo-Karo Lingga telah berpindah ke Kabupaten Karo sekarang dan mendirikan kampung Lingga.
      Merga ini kemudian pecah menjadi sub-sub merga, seperti :
      • KabanMerga ini mendirikan kampung Pernantin dan Bintang Meriah,
      • KacaribuMerga ini medirikan kampung Kacaribu.
      • SurbaktiMerga Surbakti membagi diri menjadi Surbakti dan Gajah. Merga ini juga kemudian sebagian menjadi Merga Torong.
Menilik asal katanya kemungkinan Merga Karo-karo Sinulingga berasal dari kerajaan Kalingga di India. Di Kuta Buloh, sebagian dari merga Sinulingga ini disebut sebagai Karo-Karo Ulun Jandi. Merga Lingga juga terdapat di Gayo/Alas dan Pak Pak.
    • Karo-Karo KabanMerga ini menurut cerita, bersaudara dengan merga Sinulingga, berasal dari Lingga Raja di Pak-Pak dan menetap di Bintang Meriah dan Pernantin.
    • Karo-Karo SitepuMerga ini menurut legenda berasal dari Sihotang (Toba) kemudian berpindah ke si Ogung-Ogung, terus ke Beras Tepu, Naman, Beganding, dan Sukanalu. Merga Sitepu di Naman sebagian disebut juga dengan nama Sitepu Pande Besi, sedangkan Sitepu dari Toraja (Ndeskati) disebut Sitepu Badiken. Sitepu dari Suka Nalu menyebar ke Nambiki dan sekitar Sei Bingai. Demikian juga Sitepu Badiken menyebar ke daerah Langkat, seperti Kuta Tepu.
    • Karo-Karo BarusMerga Karo-Karo barus menurut cerita berasal dari Baros (Tapanuli Tengah). Nenek moyangnya Sibelang Pinggel (atau Simbelang Cuping) atau si telinga lebar. Nenek moyang merga Karo-Karo Barus mengungsi ke Karo karena diusir kawan sekampung akibat kawin sumbang (incest). Di Karo ia tinggal di Aji Nembah dan diangkat saudara oleh merga Purba karena mengawini impal merga Purba yang disebut Piring-piringen Kalak Purba. Itulah sebabnya mereka sering pula disebut Suka Piring.
(Petra : Wuih, sejarah nenek moyang gw jelek juga, ya….)
    • Karo-Karo ManikDi Buluh Duri Dairi (Karo Baluren), terdapat Karo Manik.
  1. Merga PeranginanginMerga Peranginangin terbagi atas beberapa sub merga, yakni :
    • Peranginangin SukatendelMenurut cerita lisan, merga ini tadinya telah menguasai daerah Binje dan Pematang Siantar. Kemudian bergerak ke arah pegunungan dan sampai di Sukatendel. Di daerah Kuta Buloh, merga ini terbagi menjadi :
      • Peranginangin Kuta BulohMendiami kampung Kuta Buloh, Buah Raja, Kuta Talah (sudah mati), dan Kuta Buloh Gugong serta sebagian ke Tanjung Pura (Langkat) dan menjadi Melayu.
      • Peranginangin Jombor BeringenMerga ini mendirikan, kampung-kampung, Lau Buloh, Mburidi, Belingking,. Sebagian menyebar ke Langkat mendirikan kampung Kaperas, Bahorok, dan lain-lain.
      • Peranginangin JenabunMerga ini juga mendirikan kampong Jenabun,. Ada cerita yang mengatakan mereka berasal dari keturunan nahkoda (pelaut) yang dalam bahasa Karo disebut Anak Koda Pelayar. Di kampung ini sampai sekarang masih ada hutan (kerangen) bernama Koda Pelayar, tempat pertama nahkoda tersebut tinggal.
    • Peranginangin KacinambunMenurut cerita, Peranginangin Kacinambun datang dari Sikodon-kodon ke Kacinambun.
    • Peranginangin BangunAlkisah Peranginangin Bangun berasal dari Pematang Siantar, datang ke Bangun Mulia. Disana mereka telah menemui Peranginangin Mano. Di Bangun Mulia terjadi suatu peristiwa yang dihubungkan dengan Guru Pak-pak Pertandang Pitu Sedalanen. Di mana dikatakan Guru Pak-pak menyihir (sakat) kampung Bangun Mulia sehingga rumah-rumah saling berantuk (ersepah), kutu anjing (kutu biang) mejadi sebesar anak babi. Mungkin pada waktu itu terjadi gempa bumi di kampung itu. Akibatnya penduduk Bangun Mulia pindah. Dari Bangun Mulia mereka pindah ke Tanah Lima Senina, yaitu Batu Karang, Jandi Meriah, Selandi, Tapak, Kuda dan Penampen. Bangun Penampen ini kemudian mendirikan kampung di Tanjung. Di Batu Karang, merga ini telah menemukan merga Menjerang dan sampai sekarang silaan di Batu Karang bernama Sigenderang.
      Merga ini juga pecah menjadi :
      • KeliatMenurut budayawan Karo, Paulus Keliat, merga Keliat merupakan pecahan dari rumah Mbelin di Batu Karang. Merga ini pernah memangku kerajaan di Barus Jahe, sehingga sering juga disebut Keliat Sibayak Barus Jahe.
      • BeliterDi dekat Nambiki (Langkat), ada satu kampung bernama Beliter dan penduduknya menamakan diri Peranginangin Beliter. Menurut cerita, mereka berasal dari merga Bangun. Di daerah Kuta Buluh dahulu juga ada kampung bernama Beliter tetapi tidak ditemukan hubungan anatara kedua nama kampung tersebut. Penduduk kampung itu di sana juga disebut Peranginangin Beliter.
    • Peranginangin ManoPeranginangin Mano tadinya berdiam di Bangun Mulia. Namun, Peranginangin Mano sekarang berdiam di Gunung, anak laki-laki mereka dipanggil Ngundong.
    • Peranginangin PinemNenek moyang Peranginangin Pinem bernama Enggang yang bersaudara dengan Lambing, nenek moyang merga Sebayang dan Utihnenek moyang merga Selian di Pakpak.
    • SebayangNenek Moyang merga ini bernama Lambing, yang datang dari Tuha di Pak-pak, ke Perbesi dan kemudian mendirikan kampung Kuala, Kuta Gerat, Pertumbuken, Tiga Binanga, Gunung, Besadi (Langkat), dan lain-lain. Merga Sembayang (Sebayang) juga terdapat di Gayo/Alas.
    • Peranginangin LaksaMenurut cerita datang dari Tanah Pinem dan kemudian menetap di Juhar.
    • Peranginangin PenggarunPenggarun berarti mengaduk, biasanya untuk mengaduk nila (suka/telep) guna membuat kain tradisional suku Karo.
    • Peranginangin Uwir
    • Peranginangin SinuratMenurut cerita yang dikemukakan oleh budayawan Karo bermarga Sinurat seperti Karang dan Dautta, merga ini berasal dari Peranginangin Kuta Buloh. Ibunya beru Sinulingga, dari Lingga bercerai dengan ayahnya lalu kawin dengan merga Pincawan. Sinurat dibawa ke Perbesi menjadi juru tulis merga Pincawan (Sinurat). Kemudian merga Pincawan khawatir merga Sinurat akan menjadi Raja di Perbesi, lalu mengusirnya. Pergi dari Perbesi, ia mendirikan kampung dekat Limang dan diberi nama sesuai perladangan mereka di Kuta Buloh, yakni Kerenda.
    • Peranginangin PincawanNama Pincawan berasal dari Tawan, ini berkaitan dengan adanya perang urung dan kebiasaan menawan orang pada waktu itu. Mereka pada waktu itu sering melakukan penawanan-penawanan dan akhirnya disebut Pincawan.
    • Peranginangin SingarimbunPeranginangin Singarimbun menurut cerita budayawati Karo, Seh Ate br Brahmana, berasal dari Simaribun di Simalungun. Ia pindah dari sana berhubung berkelahi dengan saudaranya. Singarimbun kalah adu ilmu dengan saudaranya tersebut lalu sampailah ia di Tanjung Rimbun (Tanjong Pulo) sekarang. Disana ia menjadi gembala dan kemudian menyebar ke Temburun, Mardingding, dan Tiga Nderket.
    • Peranginangin LimbengPeranginangin Limbeng ditemukan di sekitar Pancur Batu. Merga ini pertama kali masuk literatur dalam buku Darwan Prinst, SH dan Darwin Prinst, SH berjudul Sejarah dan Kebudayaan Karo.
Peranginangin PrasiMerga ini ditemukan oleh Darwan Prinst, SH dan Darwin Prinst, SH di desa Selawang-Sibolangit. Menurut budayawan Karo 


Maba Belo Selambar
Pada zaman dahulu sebelum perang maba belo selambar dengan membawa kampil lengkap yang berisi belo, kapur, gamber, mbako, pinang, penaka pinang, ( kalak kati ), tok- tok, perisapen, yang terdiri dari daun nipah, daun jagung, mbako dan santik. Pertemuan ini dihadiri oleh Anak Beru Siempo (dilaiki-diberu), Sembuyak si empo, nande bapa sinereh , siterserh, dan bibi siterserh yang tidak punya anak laki- laki . Untuk pertemuan ini Anak Beru si empo datang kerumah sesudah makan malam sebagai utusan si empo . Teknik pelaksanaannya dilakukan setelah saling bertukar rokok (isap). Anak beru si empo menyampikan niatnya kepada orang tua sinereh atau sembuyak terdekat. Dan orang tua si tersereh meminta turangnya untuk menanyakan kepda si tersereh ketersediaan untuk menerima lamaran. Pada umumnya gayung bersambut karena sudah ada arih- arih simedanak. Tempa- tempa terjadi paksaan karena ; yang datang adalah impalna dan belum ada arih- arih. Biasanya bila mana bukan anak kalimbubu , maka pihak si empo tidak berani kalau belum ada arih- arih orang tua atau simedanak . Orang Karo takut dipermalukan. Sering juga terjadi sebelum makan belo orang tua si empo datang tanpa anak beru; maka ayam untuk dimakan bersama kalimbubu untuk menanyakan kesediaan si tersereh untuk kawin dengan impalna. Dalam hal ini penolakan sering terjadi. Setelah ada persetujuan maka direncanakan maba belo selambar. Proses ini namanya nungkuni , bila tak ada musyawarah anak.

Bila ada musyawarah anak anak dapat terjadi :
Pertama nangkih erjabu. Anak kalimbubu harus dibawa kerumah Bapa Tua , Bapa Uda, Abang yaitu rumahna. Bukan Anak Kalimbubu dibawa ke  rumah Anak Beru. Sekarang dibawa ke rumah Pemuka Agama.
Nangkih erjabu ada dua bentuk :
a). Nangkih dengan persetujuan
b). Nangkih erbuni- buni( tidak ada persetujuan )

Kedua  Maba belo selambar, yang menjadi pembicaraan adalah  apakah pihak si empo banci erjabu, tersinget-singet ndigan maba luah (nganting manuk). Pada saat acara ini yang di undang makin banyak, semua Sangkep nggeluh siseh kujabu tambah Anak beru Tua (Singerana). Selain kampil lengkap 6 buah maka si empo maba nakan tasak untuk makan bersama , amak mbentar sinereh (amak runggu).
Saat pelaksanaan dapat dilaksanakan pada pukul 17.00-19.00 (makan dulu baru acara) atau pukul 14.00-15.00 sampai selesai (acara dulu baru makan) . Tempat berkumpul di rumah si tersereh atau di jambur (Los).

Teknik pelaksanaan seperti runggu Adat Karo :
Ditengah (gelanggang/berhadapan masing- masing Anak Beru), dibelakang anak beru sesina kuranan, senina sepemeren, senina siparibanen , sembuyak, sukut, sukut ras senina sepengalon. Kalimbubu, sebelah kanan, di kanan kalimbubu duduk puang kalimbubu.
Runggu boleh dimulai karena seluruh sangkep nggeluh (sindungi runggun ras kerja) enggo pulung. Yang akan dibicarakan adalah :
  • Apakah si empo boleh nikah
  • Ersinget- singet gantang tumba (utang adat) ; tukor
  • Penentuan hari Maba Luah (nganting manok ras kerja adatna). Kalau sudah ada hari yang disetujui maka Sengkul me pudun.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar